Jakarta, 9 Juni 2016 - Analisis baru mengungkapkan jangkauan kebakaran di dalam dan di sekitar konsesi kelapa sawit milik grup IOI di Indonesia. Temuan tersebut telah dipublikasikan Greenpeace Internasional bersamaan dengan pertemuan organisasi minyak sawit berkelanjutan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Milan, Eropa.
Jakarta, 9 Juni 2016 - Analisis baru mengungkapkan jangkauan kebakaran di dalam dan di sekitar konsesi kelapa sawit milik grup IOI di Indonesia. Temuan tersebut telah dipublikasikan Greenpeace Internasional bersamaan dengan pertemuan organisasi minyak sawit berkelanjutan atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Milan, Eropa.
RSPO menangguhkan keanggotaan perusahaan kelapa sawit IOI Malaysia pada Maret 2016 karena telah terbukti melanggar kriteria RSPO, salah satunya adalah pembukaan lahan gambut, dan isu-isu lainnya. [1] IOI merespon situasi tersebut dengan melayangkan gugatan terhadap RSPO, dimana dia juga termasuk anggota pendirinya. Empat hari menjelang pertemuan RSPO di Eropa IOI menarik gugatan tersebut. Sekarang IOI sedang mendorong pencabutan penangguhan keanggotaan RSPO. [2]
Investigasi Greenpeace menyingkap bukti baru bahwa dampak deforestasi dan pengeringan lahan gambut yang dilakukan IOI ternyata lebih besar dari apa yang ada dalam komplain RSPO yang menjadi alasan penangguhan keanggotaan IOI dari RSPO.
Greenpeace menyerukan kepada IOI untuk melindungi dan merestorasi lanskap yang terdampak di kawasan pemasoknya, dan RSPO seharusnya tetap menangguhkan sertifikat keberlanjutan hingga permintaan tersebut dilakukan.
“Selama beberapa minggu terakhir, IOI telah berhenti menggertak balik RSPO. Namun janji-janji kosong dan komitmen yang lemah tidak akan bisa menghentikan kebakaran di Indonesia. RSPO tidak perlu mempertimbangkan untuk merangkul IOI kembali hingga perusahaan mampu membuktikan usahanya dalam mengatasi kekacauan yang telah dilakukannya, ujar Annisa Rahmawati, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Laporan Greenpeace meliputi data pada tingkat kerusakan di area yang didominasi oleh konsesi IOI di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat. Tahun lalu, kebakaran mengerikan telah menghancurkan hutan, lahan gambut dan habitat Orangutan. Analisis terbaru menunjukkan lebih dari 30% dari 214.000 hektar lanskap lahan gambut di Ketapang ini telah terbakar pada tahun 2015, yang mengakibatkan krisis kabut asap regional.
IOI adalah pemilik lahan terbesar di lanskap ini, memegang lebih dari 30% total wilayah di bawah konsesi-konsesinya. Dalam beberapa tahun ini, IOI telah membangun banyak jaringan kanal yang terlihat jelas dengan citra satelit. [4] Kanal tersebut telah mengeringkan lahan gambut yang mengakibatkan lebih mudah terbakar-menyebabkan degradasi, penurunan dan peningkatan risiko kebakaran di hutan gambut dan konsesi-konsesi lain di sekitarnya.
Deforestasi dan pengeringan lahan gambut yang dilakukan IOI juga berkontribusi pada serangkaian kebakaran di konsesi PT BBS. Pada tahun 2014, sebanyak 50% lahan konsesi terbakar, kemudian pada tahun 2015, banyak lahan di areal yang sama terbakar kembali.
“Pada tahun 2015 pemerintah telah memerintahkan perusahaan untuk membendung kanal dan memulihkan area yang terbakar ke kondisi alaminya. Baru-baru ini, tim peneliti kami telah mendokumentasikan aliran deras dari kanal pengeringan dan penanaman kelapa sawit di lahan terbakar,” ujar Annisa. Musim kebakaran semakin dekat, “Kapan IOI akan menganggap ancaman kebakaran ini secara serius?
“Sejak penangguhan keanggotaan IOI oleh RSPO, banyak perusahaan pembeli mengakhiri kontraknya dengan perusahaan ini.[3] Bagaimanapun, kita masih belum melihat IOI melakukan tanggungjawabnya atas kerusakan yang dilakukan di seluruh operasinya. Pelanggan yang masih ada, seperti Cargill, perlu menangguhkan pembelian dari IOI sampai perusahaan tersebut menyelesaikan warisan perusakan hutan dan gambut yang dilakukannya.”
Laporan terbaru Greenpeace Internasional dapat diunduh dihttp://greenpeace.org/BurningIssue
Koleksi foto dapat diunduh di sini: http://photo.greenpeace.org/collection/27MZIFJJ4V7NU
Kontak Media
- Annisa Rahmawati, Juru Kampanye Hutan, Greenpeace Indonesia, mobile: +62 8111097527
- Zamzami, Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia, 08117 503 918,zamzami@greenpeace.org
Catatan Editor
[1] Pada Maret 2015, konsultan nirlaba Aidenvironment mengajukan pengaduan resmi kepada RSPO, menuduh IOI melanggar standar RSPO dan kebijakan lingkungannya sendiri di wilayah konsesi, Ketapang. Ini termasuk bukti spesifik pembangunan kanal pengeringan melalui daerah hutan HCV; pembukaan wilayah hutan di lahan gambut dalam, masih berlanjut setelah perusahaan diberitahu tentang pelanggaran standar ini; dan lebih jauh terkait dengan penanaman ilegal di luar batas-batas PT BNS.
Pada 14 Maret 2016, Panel Pengaduan RSPO melakukan penangguhan sertifikasi IOI Group. Penangguhan berlaku untuk seluruh IOI Group, termasuk divisi perkebunan dan perdagangannya, IOI Loders Croklaan.
[2] Pada Mei 2016, IOI memulai proses hukum terhadap RSPO di Jenewa. Senin, 6 Juni 2016 - empat hari sebelum konferensi RSPO di Milan - IOI mengumumkan bahwa mereka mencabut kasus hukumnya.
[3] Perusahaan yang telah memutus hubungan bisnisnya dengan IOI meliputi: Ahold, Colgate-Palmolive, Delhaize Group, Dunkin 'Donuts, Ferrero, Fonterra , General Mills, Golden Agri-Resources, Hershey's, Johnson & Johnson, Kellogg, Louis Dreyfuss, Marks & Spencer, Mars, McDonald, Mondelez, Neste Oil, Nestle, Procter & Gamble, RB, Unilever, dan Wilmar.
[4] Laporan Greenpeace Internasional tahun 2008 saat kali pertama mengungkap kasus IOI terkait dengan deforestasi dan perusakan habitat orangutan, ‘Burning Up Borneo’ http://www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/how-unilever-palm-oil-supplier/
Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id
Komentar
Posting Komentar