Langsung ke konten utama

Sejarah Singkat Peringatan Hari Bumi


Sekilas tentang sejarah hari bumi
      Peringatan hari bumi berawal dari gerakan akar rumput di Amerika Serikat. Di tahun 60-an, Amerika Serikat dilanda kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Digambarkan dalam buku yang ditulis Rachel Carson’s berjudul“Silent Spring”, bahwa polusi di telah merenggut banyak kehidupan di planet ini. Keadaan ini menyadarkan banyak orang untuk lebih peduli terhadap lingkungan hidup.
       Gaylord Nelson, seorang senator dari negara bagian Wisconsin, menginisiasi gerakan massa untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Nelson melihat Amerika Serikat yang mengalami polusi besar-besaran. Pencemaran akibat pestisida, polusi udara dan bahan-bahan kimia yang mencemari sungai semakin mengancam. Diperlukan kekuatan politik untuk menghentikan itu semua.
       Nelson beranggapan gerakan akar rumput dan demonstrasi yang massif diperlukan untuk mengguncang kemapanan politik dan memaksa isu-isu lingkungan dalam agenda nasional. Terinspirasi oleh gerakan anti perang Vietnam yang massif, Nelson mulai mengorganisir gerakan lingkungan. Di tahun 1969 ia mengemukakan gagasan ini secara terbuka dan berkampanye dari ke berbagai kota dan negara bagian.
Ia merekrut aktivis muda, Denis Hayes, mahasiswa dari Universitas Stanford untuk mengkoordinasikan gerakan ini. Dengan sekitar 85 orang staf, Nelson dan Hayes berhasil menggerakkan sekitar 20 juta rakyat Amerika untuk turun ke jalan-jalan menyuarakan perlindungan lingkungan hidup pada tanggal 22 April 1970. Atas hasil kerjanya, pada tahun 1995 Presiden Bill Clinton menganugrahi Presidential Medal of Freedom kepada Gaylord Nelson, sebuah penghargaan tertinggi bagi masyarakat sipil di Amerika Serikat.
Sejarah hari bumi
Hari bumi pertama pada tahun 1970 di New York, Amerika Serikat. (Foto: Earth Day Network)
       Pada tahun 1990 terbentuk Earth Day Network, sebuah organisasi yang mengkoordinasikan acara hari bumi. Organisasi ini diketuai oleh Denis Hayes orang yang mengorganisir hari bumi di tahun 1970. Di tahun 2000 jumlah orang yang memperingati hari bumi semakin meluas, sekitar 5000 organisasi dari 184 negara menggelar peringatan ini. Saat ini hari bumi diperingati di lebih dari 192 negara dan melibatkan lebih dari 22000 organisasi. Diperkirakan setiap tahunnya sekitar 1 milyar orang memperingati hari bumi.
       Pada tahun 2009 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan tanggal 22 April sebagai International Mother Earth Day. Dukungan dari PBB semakin memperluas partisipasi masyarakat terhadap hari bumi. Kini banyak lembaga resmi pemerintahan di berbagai negara ikut memperingati.
       Meski secara formal hari bumi jatuh pada tanggal 22 April, banyak masyarakat yang menggelar kegiatan di akhir pekan sebelum atau sesudah tanggal 22 April. Atau, memperingatinya seminggu penuh di sekitar tanggal 22. Bahkan ada juga yang memperingatinya sebulan penuh di bulan April.
Sumber : ensiklopedia.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Kajang Dan Tope Le’leng Kain Tenun Khas Suku Kajang

  oleh : Jumadil Awal        Tanah Toa adalah desa di kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Desa ini dihuni oleh suku Kajang. Secara administratif Desa Tana Toa adalah satu dari sembilan belas desa yang ada dalam lokasi kecamatan Kajang, kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Desa Tana Toa adalah desa tempat komunitas masyarakat adat Kajang yang masih erat dalam menjaga dan melindungi peradaban mereka sampai yang sampai hari ini masih di pertahankan. Bahasa sehari-hari         Penduduk adat Kajang menggunakan Bahasa Makassar yang dialek bahasanya berupa bahasa Konjo sebagai bahasa sehari-harinya. Masyarakat Ammatoa memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan Patuntung. Arti bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bermakna “mencari sumber kebenaran. Prinsip hidup Suku Kajang        Tallase kamase-mase bermakna hidup memelas, hidup apa adanya, Hidup sederhana untuk orang-orang Kajang merupakan sejenis ideologi yang berperan sebag

Kompang, Desa Kecil Yang Kompak Di Kabupaten Sinjai

Kantor Kepala Desa Kompang Kecamatan Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai Desa Kompang dan Ceritanya Sebuah desa di Kaki Gunung di Jazirah Sulawesi Selatan. Desa yang pernah menjadi buah bibir nasional. Juli 2006 silam dilanda bencana tanah longsor bersama sekian banyak wilayah lain di Kabupaten Sinjai Sulawesi selatan yang tertimpa bencana tanah longsor dan banjir bandang yang terjadi secara bersamaan. Secara administratif Desa Kompang masuk dalam wilayah Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Luas wilayah Desa kompang 14,23 km². Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontosalassa, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pattongko, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Saotanre, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Gantarang. Desa ini yang berjarak kurang lebih 30 km dari ibu kota kabupaten (Sinjai Utara). Sedangkan dari Kota Provinsi Sulawesi Selatan dapat diakses melalui 3 jalur. Pertama, melalui jalur utara Kota Makassar, melewati Kawasan Perbukitan Karst

14 Tempat Wisata Terbaik Di Kabupaten Sinjai Yang Wajib Anda Kunjungi

       Sinjai adalah salah satu kabupaten yang ada di wilayah Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Bone. Jarak antara Kota Sinjai dengan Kota Makassar sekitar ± 220 km dengan waktu perjalanan sekitar 4 jam dari Kota Makassar menggunakan angkutan umum. Kota Sinjai memiliki banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Jika anda memiliki rencana untuk berwisata ke daerah Sulawesi Selatan, maka Kota Sinjai adalah salah satu tempat wisata yang perlu anda kunjungi. Berikut 14 tempat wisata terbaik di Kabupaten Sinjai versi Beranda Rimba : 1. Taman Purbakala Batu Gojeng berada di puncak Bulupoddo, Karangpuang. Di dalam kawasan wisata itu terdapat kuburan batu serta ditemukan berbagai jenis benda cagar alam budaya seperti, fosil kayu dan peti mayat serta keramik yang diperkiran berasal dari zaman Dinasty Ming. 2. Rumah Adat Karampuang berada ditengah-tengah perkampungan tradisional tua di desa Tompobulu. Di tempat ini masyarakat setempat meyakini sebaga