Langsung ke konten utama

17 Juni Hari Melawan Desertifikasi Dan Kekeringan Dunia

© Jumadil Awal / Beranda Rimba
Photo / Beranda Rimba
       Desertifikasi adalah kondisi dimana tanah semakin kering karena kekurangan air  yang  dipicu oleh ulah manusia, pemanasan global dan perubahan iklim. Luas lahan kering (dryland) atau ekosistem yang dicirikan oleh kondisi kekurangan air saat ini mencapai 40% lahan dunia, termasuk di dalamnya lahan garapan, padang rumput, sabana dan padang pasir. Sebanyak 38% warga dunia atau 2,7 miliar penduduk tinggal di wilayah-wilayah ini. Mereka menyumbang separuh dari produksi ternak dunia.

Tanah merupakan sumber daya yang terbarukan, tetapi hanya jika melakukan investasi dalam menetralkan degradasi tanah, Kehidupan kita ,dan peradaban bergantung pada tanah. Ketika sepiring makanan disajikan di depan Anda, apa yang terlintas dalam pikiran? Hanya sedikit dari kita yang benar-benar memikirkan hal itu, tapi itu adalah titik akhir dari suatu proses yang panjang dan rumit. Tanpa tanah, hanya akan ada piring yang kosong.

Untuk mengatasinya, dunia harus mengolah lahan dengan prinsip yang berkelanjutan. Prinsip ini harus menjadi ujung tombak dari konsep ekonomi hijau guna menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan. Penurunan kualitas lahan dan desertifikasi saat ini berdampak pada 1,5 miliar penduduk. Sekitar 75% dari mereka masuk dalam kategori penduduk termiskin dunia.

Hari Melawan Desertifikasi dan Kekeringan Dunia PBB atau UN World Day to Combat Desertification and Drought pada 17 Juni mengingatkan kita pada negara yang mengalami kekeringan yang berulang, desertifikasi dan deforestasi (perubahan suatu kawasan dari hutan menjadi padang pasir) dan percepatan degradasi hutan (proses alih guna lahan) dan lingkungan, yang mengakibatkan pengurangan kesuburan tanah, produktifitas tanaman pangan dan hutan,menjadi suatu dilema yang sangat mengkwatirkan.

Bagaimana dengan Indonesia sendiri? degradasi hutan melalui proses alih guna lahan secara proses legal (kebijakan pemerintah) maupun akibat perambahan oleh masyarakat, tercatat  sebesar 1,8 juta Ha per tahun (Dephut,2004). Permasalahan degradasi ini menjadi hal yang sangat penting jadi perhatian semua pihak. Seperti tingginya intensitas bencana di beberapa daerah di Indonesia  tidak terlepas dari semakin hilangnya area peresapan air akibat degradasi hutan yang disebabkan karena pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar serta pertambangan. Dengan memperingati hari Desertifikasi dan Kekeringan Dunia, mari bersama-sama memeriksa penampungan air, memeriksa dan mematikan kran air baik di wastafet/ bak air kamar mandi. Memeriksa sanitasi air di lingkungan, menyiram beberapa tanah kering di lingkungan kita, menyiram tanaman dalam pot, greenhouse, apotik hidup dan lain sebagainya. Hal ini upaya dalam penyelamatan lingkungan dari factor kekeringan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suku Kajang Dan Tope Le’leng Kain Tenun Khas Suku Kajang

  oleh : Jumadil Awal        Tanah Toa adalah desa di kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Desa ini dihuni oleh suku Kajang. Secara administratif Desa Tana Toa adalah satu dari sembilan belas desa yang ada dalam lokasi kecamatan Kajang, kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Desa Tana Toa adalah desa tempat komunitas masyarakat adat Kajang yang masih erat dalam menjaga dan melindungi peradaban mereka sampai yang sampai hari ini masih di pertahankan. Bahasa sehari-hari         Penduduk adat Kajang menggunakan Bahasa Makassar yang dialek bahasanya berupa bahasa Konjo sebagai bahasa sehari-harinya. Masyarakat Ammatoa memraktekkan sebuah agama adat yang disebut dengan Patuntung. Arti bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bermakna “mencari sumber kebenaran. Prinsip hidup Suku Kajang        Tallase kamase-mase bermakna hidup memelas, hidup apa adanya, Hidup sederhana untuk orang-orang Kajang merupakan sejenis ideologi yang berperan sebag

Kompang, Desa Kecil Yang Kompak Di Kabupaten Sinjai

Kantor Kepala Desa Kompang Kecamatan Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai Desa Kompang dan Ceritanya Sebuah desa di Kaki Gunung di Jazirah Sulawesi Selatan. Desa yang pernah menjadi buah bibir nasional. Juli 2006 silam dilanda bencana tanah longsor bersama sekian banyak wilayah lain di Kabupaten Sinjai Sulawesi selatan yang tertimpa bencana tanah longsor dan banjir bandang yang terjadi secara bersamaan. Secara administratif Desa Kompang masuk dalam wilayah Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Luas wilayah Desa kompang 14,23 km². Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bontosalassa, sebelah timur berbatasan dengan Desa Pattongko, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Saotanre, di sebelah barat berbatasan dengan Desa Gantarang. Desa ini yang berjarak kurang lebih 30 km dari ibu kota kabupaten (Sinjai Utara). Sedangkan dari Kota Provinsi Sulawesi Selatan dapat diakses melalui 3 jalur. Pertama, melalui jalur utara Kota Makassar, melewati Kawasan Perbukitan Karst

Inilah Ma'badong, Tradisi Unik Suku Toraja

  Ma'badong  satu tarian upacara asal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tarian Ma'badong ini diadakan pada upacara kematian yang dilakukan secara berkelompok. Para penari (pa'badong) membentuk lingkaran dan saling berpegangan tangan dan umumnya mereka berpakaian hitam-hitam. Ma'badong bukan hanya sekadar tarian, melainkan sebuah kegiatan melagukan  badong  dengan gerak khas. [ Syair yang dilagukan disebut  kadong-badong  (the chant for the deceased). Isi dari syair tersebut tidak lain adalah pengagungan terhadap  si  mati.   Di dalamnya diceritakan asal-usul dari langit, masa kanak-kanaknya, amal dan kebaikannya, serta semua hal menyangkut dirinya yang dianggap terpuji.  Selain itu, di dalamnya juga mengandung harapan bahwa orang mati tersebut dengan segala kebaikannya akan memberkati orang-orang yang masih hidup. Penari melingkar dan saling mengaitkan jari-jari kelingking. Penari terdiri dari pria dan wanita setengah baya atau tua. Pa'badong melantunka